November 11, 2008

Menanti Pemimpin yang Pro Rakyat

PEMILU Presiden 2009 tinggal dalam hitungan bulan. Banyak tokoh menunjukkan kesungguhan untuk maju dalam persaingan RI-1 2009.

Beberapa merupakan orang lama. Akhirnya belakangan ini muncul isu tentang dibutuhkannya para pemimpin alternatif. Isu semacam itu sangatlah wajar mengingat hingga saat ini belum ada pemimpin rakyat yang bisa menjawab berbagai macam persoalan yang ada di negeri ini. Figur-figur alternatif memang belum dikenal luas, tapi ini tidak boleh jadi alasan untuk tidak melakukan terobosan atas kebuntuan dalam regenerasi kepemimpinan nasional. Para figur ini paling tidak menawarkan alternatif dan harapan.

Mungkin mereka akan bisa menjadi jawaban bagi rakyat republik ini yang sudah kadung gandrung jadi golongan putih (golput). Kompleksitas persoalan bangsa sekarang ini juga sering dikaitkan dengan lemahnya kepemimpinan di level nasional maupun lokal. Pascakemerdekaan, sulit menemukan kepemimpinan yang mampu membawa seluruh komponen bangsa bersatu mewujudkan kepentingan nasional sekaligus memiliki visi kuat menangani persoalan negara/bangsa yang amat kompleks ini. Realitas ini bisa dipahami.

Pemimpin masa lalu lahir dari rahim idealisme perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan,pemimpin sekarang umumnya lahir dari rahim zaman pragmatisme plus karbitan. Sebagian dari mereka bahkan bertipe politisi yang lain kata, lain pula perbuatan. Kecenderungan global saat ini pun sedang terjadi arus pergeseran kepemimpinan politik dari "generasi tua" dalam arti pernah memiliki track record dengan status quo kepada "generasi muda" yang memiliki skema ideologi yang lebih progresif dan nasionalis.

Bisa dilihat di bagian bumi yang lain, seorang Evo Morales yang menjadi presiden pada 2005 dalam usia 46 tahun berhasil dengan program penasionalan aset minyak dan gas (migas) yang membuat ekonomi Bolivia tumbuh pesat dalam skema program keadilan sosial. Hugo Chavez (55) berhasil mengatrol posisi Venezuela di Amerika Latin dalam pembaruan multiprogram sosial-ekonomi dan tidak lagi bergantung pada kepentingan negara-negara Barat.

Di AS, kehadiran sosok Barack Obama menjadi magnet bagi wacana kepemimpinan muda dengan visi baru yang membangkitkan gairah nasionalisme AS yang humanis. Maka, jangan salahkan rakyat ketika politisi berteriak soal kepentingan bangsa dan negara, rakyat tak serta-merta percaya begitu saja.

Permasalahan yang mendasar dari sebuah kepemimpinan nasional terletak pada komitmen untuk benar-benar berpihak kepada rakyat sehingga mampu membawa Indonesia menjadi lebih baik. Rakyat sudah tidak bisa dibohongi lagi, rakyat sudah belajar! (*)

Opini oleh Arina Sofia Yarlis
Mahasiswa Jurusan Ilmu Keperawatan
Universitas Gadjah Mada

Tidak ada komentar: